- Home »
- Tugas Tek Pend »
- 4 Pilar Pendidikan UNESCO
Liandy "L" Tobing
On Kamis, 17 Oktober 2013
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada
cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas
pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas
pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja
yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa
dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia yang
berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat bersama-sama manusia
yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah
dan penuh teka-teki. Berangkat dari pemikiran tersebut, Persarikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational,
Scientific and Cultural Organization)mencanangkan empat pilar pendidikan,
yakni:
(1) Learning to know,
(2) Learning to do,
(3) Learning to live together, dan
(4) Learning to be.
Berikut ini akan saya sampaikan ulasan mengenai ke empat pilar pendidikan tersebut.
1. Learning to know
Berikut ini akan saya sampaikan ulasan mengenai ke empat pilar pendidikan tersebut.
1. Learning to know
Learning
to know merupakan pilar pertama belajar menurut UNESCO. Proses belajar pada
learning to know adalah bertujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan dan
mengerti teknik. Learning to know juga dapat diartikan dengan long life
education yang berarti belajar sepanjang hayat, dimulai dari kita lahir
sampai tua nanti. Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas
keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik
didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup
berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan
mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
2. Learning to do
2. Learning to do
Learning to do merupakan pilar kedua
dalam 4 pilar belajar menurut UNESCO. Yang artinya adalah proses belajar yang
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan kerja atau dapat mempraktekan
apa yang sudah ia pelajari. Dalam hal ini sekolah adalah salah satu fasilitas
yang dapat membimbing agar peserta didik dapaat mengaktualisasikan keterampilan
yang ia miliki.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
3. Learning to be
Pilar ketiga ialah learning to be atau belajar untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Dalam learning to be, belajar merupakan proses membentuk peserta didik agar memiliki jati diri, memiliki rasa percaya diri, penguasaan pengetahuan dan memiliki keterampilan agar dapat bersaing di era global. Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
4. Learning to live together
Pilar terakhir yaitu learning to live together. Setelah memiliki modal pengetahuan, keterampilan, dan memiliki jati diri, peserta didik harus bisa bersosialisasi di masyarakat. Dalam artian, ia harus bisa bekerja sama, saling menghargai, dan memiliki sikap pengertian atar ras, suku, dan agama.Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia.
Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian. Pilar-pilar pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan dengan tujuan yang sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik.